Artikel Khairunnas Rajab

Sucikan Hati, Bersihkan Jasmani Dengan Taharah

Home
Pengantar
Islam Dan Psikoterapi Moden
Puasa Dan Kesehatan Mental
Nilai-Nilai Tasawuf Dalam Kesehatan Mental
Sucikan Hati, Bersihkan Jasmani Dengan Taharah
Shalat Menjadikan Jiwa Tenteram
Belajar Mengaca Diri
Isu-isu Jender: Kajian Atas Psikologi dan Sosial Budaya Perempuan

SUCIKAN  HATI, BERSIHKAN JASMANI DENGAN  TAHARAH

 

 

By. Dr. Khairunnas Rajab, M.Ag

Terapis Islami dan Dosen pada UIN SUSKA Pekanbaru

 

 

 

 

Taharah berasal dari kata tahara-tahura-tuhran-tahurran-taharatan dalam bahasa Arab yang berarti bersih, suci, dan terbebas dari kotoran. Lawan kata ini adalah al-danasy yang berarti kotor atau najis. Taharah dapat diartikan; terhindar dari berbagai kotoran. Dari etimologi ini, tergambar bahwa seseorang individu yang bertaharah akan terhindar dan terbebas dari najis dan dapat pula melenyapkan semua hal yang berkaitan dengan taharah yang menjadi efek dari perlakuan tersebut. Taharah tidak saja bermakna dan berkonotasi pada pembersihan jasmani, tetapi lebih dari itu kata yang beretimologi dengan kebersihan dan kesucian itu juga bermaksud pembersihan dan penyucian hati seorang individu dari sifat-sifat jelek dan tidak terpuji. Seorang muslim yang mengamalkan taharah, secara tidak disengaja ia telah mempertahankan keimanannya,;karena kebersihan dan kesucian merupakan sebagian dari tanda-tanda beriman. Seorang muslim yang bertaharah akan selalu  menghiasi dirinya dengan perkara-perkara  baik yang dapat menjadikannya lebih ceriah, bersemangat, dan tampak lebih progresif. Di samping itu ia juga akan senantiasa mensifati satu sifat Allah yaitu al-muthahhir . Apabila sifat Allah ini dapat disifati, maka sesorang muslim akan selalu mencari nilai-nilai esoterik dan eksoterik dalam taharah. Taharah secara aplikatif adalah upaya membersihkan jasmana dari hadats dan najis. Taharah juga menyucikan hati seorang mulim dari belenggu perilaku-perilaku jelek dan  sifat yang tidak terpuji; seperti bakhil, mengumpat, iri, dengki, dan riya’.

 

Kata taharah bermakna suci lagi bersih dalam bahasa Indonesia berkonotasi pada pemeliharaan diri dari kotoran jasmani maupun jiwa manusia dari berbagai masalah yang berkaitan dengan pemaknaan taharah secara luas. Taharah apabila disimilarkan pemaknaannya dengan Islam dan salam ia akan berkonotasi positif yaitu sebuah proses penyucian lahir dan batin yang dapat mengantarkannya pada salam dan keselamatan.

 

Kesucian lahir dan batin membawa kepada keselamatan dan kesenangan yang dalam istilah Islam disebut dengan salam. Ini artinya lebih dekat dengan kesucian. Allah itu Maha Suci, mendekatinyapun harus dalam keadaan suci dan bersih. Allah meredhai, memberkati, dan merahmati seorang muslim yang bertaharah dan  selalu ber-taqarrub kepada-Nya. Mereka ini diberikan oleh Allah dengan kesenangan dan keselamatan.

 

Melenyapkan kotoran yang melekat pada jasmani, pakaian, dan tempat, dapat dengan menggunakan air, tanah, dan batu. Untuk memelihara perbuatan tidak cukup dengan membersihkan badan saja, tetapi ia harus dibersihkan pula dengan berubudiyah, berzikir, berdo’a dan memohon ampunan dari-Nya. Batin boleh disucikan dengan amalan yang ditaklifi kepada manusia. Dosa yang mengotorkan hati hanya boleh dibersihkan dengan iman dan taubat. Taubat adalah suatu perbuatan penyesalan yaitu dengan mengganti amalan-amalan  tercela dengan amalan-amalan yang terpuji. Dengan bersuci melalui wudhu’, mandi, ataupun tayamum dapat membersihkan kotoran lahir. Keadaan jasmani yang bersih mendorong individu membersihkan dirinya baik lahir maupun batin. Karena bersuci dalam spiritual Islam adalah satu tingkat dari taharah dalam erti yang luas (lahir dan batin), karena kebersihan lahir dapat mendatangkan perasaan bersih dan sehat dalam jiwa dan pribadi individu. Kebersihan jasmani dari kotoran akan mendatangkan kejernihan jiwa dari berbagai kemungkinan efek negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan mental dan kepribadian  seorang muslim.

 

Semua aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan keredhaan Allah harus dimulai dengan kewajiban bersuci dan membersihkan diri dari hadas dan najis, yang dapat dilakukan dengan mandi, berwudhu’ ataupun bertayamum. Pelaksanaannya telah dijelaskan dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad s.a.w. Muhammad s.a.w  menganjurkan umatnya menggosok gigi, karena dengan membersihkan gigi dari kotoran yang melekat padanya akan menghilangkan bau busuk yang melekat pada mulut. Perintah menggosok gigi memang tidak berorientasikan pada kewajiban, namun ia adalah anjuran yang tidak memberati umat untuk melakukannya. Pada suatu ketika Muhammad s.a.w mengingatkan bahwa jika tidak karena menyulitkan bagi umat-Nya, Nabi s.a.w akan menitahkan mereka menggosok gigi setiap kali akan menunaikan salat. Anjuran menggosok gigi  bermakna suatu kewajiban untuk hidup dalam keadaan bersih. Apabila menggosok gigi ini, dihubungkan dengan bersuci, maka ia berkaitan erat dengan kewajiban wudhu’, karena wudhu’ bermakna membersihkan anggota badan dari berbagai kotoran hadas dan najis untuk mencapai maksud membersihkan diri tersebut.

 

Pembersihan diri daripada kotoran hadas dan najis belum lagi cukup untuk mencapai keredhaan. Karena ia hanya sekedar membersihkan lahir saja. Dalam kesehatan mental kebersihan lahir akan bermuara kepada kebersihan batin. Oleh itu, Islam mengajarkan umatnya, supaya senantiasa bersih lahir dan batin. Amalan buruk dan jahat mempunyai implikasi negatif terhadap kehidupan individu. Bagi mereka yang mengamalkan perbuatan buruk dan jahat, Allah SWT datangkan siksaan sebagai manifestasi daripada amalan yang ia lakukan. Apabila dosa sudah wujud dalam hati, maka ia akan menimbulkan keresahan dan gangguan mental dalam diri. Seorang individu yang berkeinginan mencapai kebahagiaannya pada harta kekayaaan duniawi, maka ia semakin menambah ketamakan pada dirinya untuk mencari kekayaan itu. Melampaui kenyang dan tenang, bahkan ia hidup dalam keresahan dan kepanikan. Sebab lain adalah bahawa harta kekayaan duniawi akan hilang dan berubah. Oleh karena itu orang akan terpaut hatinya dengan dunia akan selalu merasa khuatir kehilangan tempat bertambatnya hati. Hal ini boleh juga menimbulkan keresahan dan kepanikan dalam jiwa. Keresahan dan ganguan mental juga timbul karena tidak adanya ketenangan. Orang-orang yang terkait dengan dunia, selalu saja mengutamakan harta.. Orang-orang yang berada di balik harta kekayaan yang melimpah dan kenikmatan maknawi yang lain. Kebanyakan tidak diperolehi kenikmatan itu, melainkan dengan mengambil hak-hak orang lain secara tidak betul. Maka sangat mungkin, hal ini akan menimbulkan pertentangan, permusuhan, dan fitnah yang membuat orang tidak nyaman. Karena kenyamanan hanya diperolehi orang-orang yang selalu berbuat kebajikan dan tidak merugikan orang lain.  Islam melarang mengumpulkan harta secara tidak betul dan mereka yang membelakangi akan diberikan balasan siksaan. Orang yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia mengira bahwa hartanya itu boleh mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar dilemparkan ke dalam khutamah. Dan tahukah kamu khutamah itu? Iaitu api yang disediakan Allah yang selalu menyala-nyala. Islam menganjurkan umatnya, supaya berlaku seimbang dan adil, antara bagi kehidupan dunia dan akhirat. Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung  akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu daripada (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerosakan  di muka Bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerosakan.

 

Kesehatan mental dan kebahagiaan boleh wujud dengan utuh apabila dosa dan penyebabnya sudah musnah. Manusia pada prinsipnya selalu saja berusaha bagi mencapai kesehatan mental dan kebahagiaan; antaranya melalui kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi moderen. Dari aspek lain, spiritualitas juga dijadikan jaminan bagi eksistensi kesehatan mental dan kebahagiaan tersebut. Ketika tamadun moderen tidak boleh menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan dengan psikologi manusia, maka individu-individu mencoba bagi menemukan nuansa psikologinya melalui spiritualitas, ritual, dan keyakinan. Dalam hal ini islam, menawarkan ubudiyah dan pendekatan diri kepada Tuhan bagi memperoleh kesehatan mental dan kebahagiaan personal manusia.

 

Tugas seorang terapis terhadap pesakitnya adalah menerangkan tentang hakikat taharah yang sebenarnya. Seorang pesakit yang boleh memahami hakikat taharah dengan sebenarnya akan selalu menjaga kesehatan fisik dari hal-hal yang dapat membuatnya kotor. Demikian juga halnya dengan kesehatan mental, seorang pesakit tidak akan melupakannya, karena ia lebih penting untuk dijaga. Seorang pasien yang mengamalkan ajaran-ajaran tentang taharah akan memperolehi kesehatan mental dan kebahagiaan dalam hidupnya.

 Islam mengajarkan umatnya sistem kepandaian (al-dhaka) yang mengembangkan kesimpulan-kesimpulan yang difahami oleh jiwa. Pola lain adalah ingatan (al-zikr) iaitu yang menetapkan penerangan tentang apa yang telah diterima oleh jiwa ataupun yang dikhayalkannya. Berfikir (al-ta’aqal) adalah sebuah usaha menyesuaikan objek-objek yang dikaji oleh jiwa dengan keadaan sebenarnya. Kejernihan fikiran (al-safai al-dhihni), merupakan persiapan jiwa bagi menyimpulkan apa sahaja yang dikehendaki oleh ketajaman dan kekuatan otak (jaudat al-dhihni). Kemampuan belajar dengan mudah (suhulah al-taallum) ialah kekuatan jiwa serta ketajaman dalam memahami sesuatu dengan kemampuan yang boleh difahami secara teori.

Sikap kesederhanaan di atas mengatur pola fikir ke tujuan yang sebenarnya. Kesederhanaan melahirkan kreativiti dan inovasi untuk masa akan datang, dengan ketajaman fikiran dalam memahami masalah kehidupan secara terpadu dan utuh. Psikologi (jiwa) yang arif dan bijaksana selalunya berbuat yang lebih baik untuk dirinya, menuju keseragaman dalam menetapkan fungsi-fungsi pemahaman ke arah pemikiran Islam dan ketuhanan yang baik untuk tujuan peribadi, masyarakat, maupun alam persekitaran. Masa lalu, sekarang, dan akan datang, sentiasa menjadi buah fikiran yang merangsang berlakunya suatu perbuatan baik.

Sikap sederhana yang dimaksud dalam tema di atas  dalam hubungannya dengan kebaikan adalah rasa malu (al-haya’), tindakan menahan diri karena takut melakukan perkara-perkara yang tidak baik dan sifat berhati-hati akan menghindari hinaan. Manakala sifat tenang (al-dat) adalah kemampuan seseorang individu untuk menguasai dirinya terhadap dorongan hawa nafsu sehingga tidak terlibat dengan kenikmatan duniawi yang busuk. Dermawan (al-sakha’) ialah kecenderungan untuk wujud di tengah masyarakat dalam hal memberi dan mederma. Integriti,  iaitu kebajikan psikologi yang membuat seorang individu mencari harta di jalan yang benar dan berbelanja di jalan yang diredhai Allah SWT, serta menahan diri agar sentiasa mencari harta yang halal di jalan Allah. Berpada (qana’ah) ialah tidak berlebihan dalam makan, minum dan berdandan, termasuk juga dalam hal ini, seperti patuh (al-damathah) iaitu berdisplin diri. Beriltizam, ialah optimis atau pengharapan yang baik. Husn al-huda, ialah kelembutan anggun berwibawa dan wara’. Islam mengajar umatnya agar selalu bersederhana dan seimbang dalam bersikap. Seorang muslim yang loba, tamak, dan membazir sangat dicela dalam Islam karena ia akan memberi kesan buruk terhadap perkembangan psikologi peribadi, orang lain dan lingkungan. Islam mengajar hidup berdisiplin, optimistik, qanaah, wara’, patuh, dermawan dan selalu hidup dalam kesederhanaan. Keseimbangan dalam menata hidup dan kehidupan akan bermanifestasi pada kebahagiaan dan kesehatan mental. Langkah-langkah keseimbangan diri boleh menstabilitir dan menjadi pencegah untuk mengatasi penyakit mental dan penyakit hati yang boleh memudarat manusia. Perilaku yang baik dan tetap dalam kebaikan adalah usaha pembinaan diri pribadi yang akan menguntungkan orang lain dan masyarakat awam secara keseluruhan. Meninggalkan perilaku jahat dan jelek adalah suatu usaha mempertahankan iman dan taqwa yang akan membawa kepada kesehatan mental dan kebahagiaan. Lepas dari belenggu dosa dan maksiat adalah wujud dari realiti taubat yang secara nyata telah meninggalkan perbuatan terkutuk dengan menyesali dan mengimbanginya dengan amal saleh. Taubat sebenarnya merupakan imbangan manusia daripada rahmat Tuhannya yang tidak boleh diduga dari mana datangnya. Dia adalah Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia, yang menyuruh manusia untuk berbuat ihsan dan melarang berbuat keji dan mungkar.

Selepas seorang muslim memperolehi keampunan daripada dosa dan kesalahan yang telah dilakukannya, maka psikologinya akan tenang dan merasakan bahawa dirinya telah diterima oleh Allah SWT dan selalu berusaha mendekatkan diri kepada-Nya dengan amalan yang tulus dan ikhlas. Maka ibadah adalah amal perbuatan dalam bentuk konkrit (nyata) yang mengandungi makna intrinsik sebagai pendekatan pada Tuhan. Dalam ibadah, seorang insan muslim merasa berhampiran diri dengan Tuhannya karena ia meyakini, apabila ia tidak melihat Allah, maka Allah melihatnya.

Eksistensi makhluk di sisi Tuhan, akan diakui apabila pengalaman beragamanya termeterai secara saksama dengan nilai kreativiti murni dan mengharapkan keredhaan Allah semata. Dalam hal ini mukmin memperolehi nilai spiritual yang tinggi dan terhindar pula daripada kecemasan dalam hidupnya. Dirinya yang bersih sama ada lahir mahupun batin akan memancarkan jati diri seorang muslim yang beriman dan bertaqwa.

Ekspresi wajah seorang muslim yang beriman dan bertaqwa akan memberi kesan yang baik di muka dan wajah, sebagai pertanda bahawa ia selalu bersujud dan beribadah kepada Allah SWT. Kebersihan badan maupun batin sangat diperlukan bagi mewujudkan kesehatan mental dan kesehatan jasmani secara bersamaan.